Hidup Biasa-Biasa Saja ala Alain de Botton: Filosofi Hidup yang Cocok untuk Anak Muda Masa Kini

Menurutmu, hidup yang ideal itu gimana, sih?

Apakah punya mobil mewah, harta berlimpah, dan punya pencapaian yang memukau akan membuatmu bahagia?

Atau, kamu memilih hidup dengan pendapatan yang cukup untuk kehidupan sehari-hari dan menghabiskan banyak quality time bersama keluarga?

Gak ada jawaban benar atau salah dalam hal ini, karena setiap orang punya definisi yang berbeda mengenai kesuksesan dan kebahagiaan. Namun, masyarakat masa kini seringkali menganggap bahwa hidup yang sukses sama artinya dengan punya pekerjaan dengan gaji dua digit ke atas, dikenal banyak orang, dan punya harta berlimpah. Kalau hidupnya biasa aja, yah, itu gak ada artinya. 

Tapi, apakah semua orang bisa mencapai standar kesuksesan yang diciptakan masyarakat? 

Ilustrasi pribadi, dibuat dengan Canva

Dalam kehidupan sehari-hari, ada banyak motivator yang mencoba menyemangati kita atau para pebisnis sukses yang menyatakan bahwa orang dengan derajat sosial-ekonomi rendah pun bisa mengangkat diri ke level paling atas asalkan punya kemauan. Hal-hal ini memang ada benarnya.

Tetapi, apakah semua orang mengalami keberuntungan semacam itu? Bagaimana dengan mereka yang tidak kunjung berhasil? Atau, bagaimana jika keadaan malah menghambat mereka untuk berkembang?

Alain de Botton, seorang filsuf modern, membagikan pemikirannya mengenai hidup yang biasa-biasa saja atau disebut juga sebagai "the ordinary life"

Alain de Botton
Sumber: https://londonreal.tv/alain-de-botton-the-school-of-life-how-to-apply-philosophy-to-real-life/

Apa Maksudnya "Hidup yang Biasa-Biasa Saja"? 

Sebagian besar penduduk bumi akan menjalani hidup yang biasa-biasa saja. Dalam artian, kamu mungkin gak bakal jadi sekaya Bill Gates atau Elon Musk, tapi kamu masih bisa memiliki pekerjaan dan hidup berkecukupan.

Adakalanya kamu merasa harus melakukan sesuatu yang "luar biasa" agar mendapat pengakuan dari orang lain. Namun, tak jarang keharusan semacam itu malah membuatmu tertekan, terlebih bila kamu tidak mampu mencapai ekspektasi orang-orang.

Berarti terlalu ambisius itu salah, dong?

Gak juga! Hanya saja, pertanyaannya adalah, "Apakah kamu ambisius karena ingin mencapai keinginan dan impianmu sendiri, atau kamu melakukannya supaya mendapat validasi dari orang lain?"

Ilustrasi pribadi, dibuat dengan Canva

Ambisius untuk mencapai mimpi tidak salah selagi kamu melakukannya demi dirimu. Misalnya, kamu ingin menempuh pendidikan di sekolah ternama dengan harapan bisa mengembangkan diri dengan berbagai fasilitas yang disediakan. Maka dari itu, kamu belajar dengan giat supaya bisa masuk ke sekolah impianmu. 

Tapi, mungkin ada juga yang merasa bahwa akreditasi sekolah atau kampus dan peringkat kita di kelas bukanlah penentu utama. Mungkin kamu tipe yang suka belajar tanpa memikirkan hal-hal semacam itu. Atau, mungkin kamu punya ketertarikan pada bidang non-akademik. Orang lain menganggapmu gak punya ambisi, tapi kamu merasa baik-baik saja. Toh, kamu tetap menerima ilmu dari sekolah dan belajar dengan tekun walau gak mendapat peringkat. Kamu masih mau mencoba meski kadangkala gagal. Apakah hidup seperti ini salah? Tidak, kan?

Jadi, Kita Bisa Leha-Leha Sepuasnya?

Bukan, dong! Hidup yang biasa saja bukanlah alasan untuk berleha-leha. Filosofi ini mengajarkan kita untuk lebih menghargai aspek-aspek dalam kehidupan yang terkesan sederhana bagi orang lain, tetapi membuat kita merasa utuh. 

Contohnya, kamu mau membeli kendaraan. Daripada membeli mobil sport mewah, kamu memilih mobil atau motor yang lebih sesuai dengan keperluan sehari-hari. 

Jadi, "Hidup Biasa-Biasa Saja" menekankan pada apa yang kamu butuhkan dan bisa membuatmu bahagia, bukannya mengejar pengakuan orang lain.

Apa Hambatan untuk Hidup Biasa-Biasa Saja?

Alain de Botton menyatakan bahwa ada tiga hal yang membuat kamu sulit menerapkan Filosofi Hidup Biasa-Biasa Saja.

1. Snobbery

"A snob is anybody who takes a small part of you and uses that to come a complete vision of who you are."
―Alain de Botton

Snobbery bisa diartikan sebagai keangkuhan. Atau, seseorang dengan sikap ini juga bisa diartikan sebagai individu yang menganggap bahwa status sosial memengaruhi nilai kelayakan seorang manusia.

Bayangkan saja, kamu dianggap layak atau tidak dilihat dari status sosialmu. Kalau kamu punya pekerjaan yang bagus, maka kamu akan dianggap keren dan pantas dijadikan teman. Berbanding terbalik kalau pekerjaanmu biasa saja, karena ada kemungkinan kamu malah dijauhi atau dianggap kurang menarik.

Maka dari itu, adakalanya kita mencoba mengejar prestise, kekayaan, dan harta. Padahal yang sebenarnya kita inginkan tidak selalu berupa kekayaan materi, tetapi lebih kepada perhatian orang-orang sekitar.   

2. Envy

Iri hati adalah perasaan yang wajar. Misalnya, teman SMA-mu sudah jadi orang yang kaya dan kerja di perusahaan besar, sementara kamu masih gini-gini aja.

Ilustrasi pribadi, dibuat dengan Canva

Meskipun ini lumrah dirasakan manusia, kamu tetap perlu waspada. Ketika perasaan iri hati mengambil alih hidupmu, maka besar kemungkinan kamu gak akan peduli pada apa yang kamu mau. Alih-alih, kamu fokus pada apa yang telah orang lain capai. "Pokoknya aku harus kayak dia!" begitulah isi pikiranmu.

3. Meritocracy

Meritokrasi adalah sebuah sistem yang memberi peluang bagi semua orang untuk menaikkan status sosialnya. Selama orang tersebut punya bakat, kemampuan, dan energi, maka dia bisa naik level. Namun, itu juga berarti kalau mereka hidup serba kekurangan dan kurang pintar, maka mereka pantas mengalaminya.

Alain mengatakan bahwa sistem seperti ini sebenarnya bagus, karena kita semua punya kesempatan untuk mendapat hidup yang lebih baik. Tapi, bisakah kita menghakimi orang lain bila mereka mengalami ketidakberuntungan?

Salah satu alasan orang-orang takut akan kegagalan adalah karena adanya sistem ini. Mereka khawatir masyarakat malah menganggap bahwa suatu kegagalan sepenuhnya menjadi tanggung jawab seorang individu tanpa mempertimbangkan faktor-faktor lainnya. Padahal, kegagalan bisa dipengaruhi oleh banyak hal, loh!

Bagaimana Caranya Hidup Biasa-Biasa Saja?

1. Menyadari Bahwa Jalan Hidup Setiap Orang Berbeda

Arti kesuksesan orang lain belum tentu serupa denganmu. Kebahagiaan orang lain belum tentu sama seperti standar kebahagiaanmu. 

Dengan menyadari bahwa kita memiliki jalan yang berbeda-beda, kamu juga akan sadar bahwa semua orang gak mesti memiliki hidup yang sama. Bayangkan saja kalau semua orang di kompleks perumahanmu punya mobil yang sama, rumah yang sama, dan kehidupan yang sama. Pasti rasanya aneh dan membosankan, bukan?

Akan ada masa ketika kamu merasa kehilangan jalan hidup, misalnya ketika kamu beranjak dewasa dan mulai menghadapi berbagai ketidakpastian. Namun tenang aja, kamu bisa pelan-pelan mengatasinya dengan berbagai cara, salah satunya dengan membaca artikel dari Satu Persen yang satu ini:

2. Meningkatkan Self-Awareness

Kurangnya rasa percaya diri bisa menghambatmu mencapai hidup yang seutuhnya, karena kamu gak tahu apa yang kamu inginkan dan malah sibuk membandingkan diri dengan orang lain. Maka dari itu, kamu perlu meningkatkan self-awareness, alias, perlu lebih mengenali diri sendiri.

Dengan mengenali diri sendiri, kamu akan tahu apa yang kamu inginkan, kemampuan apa yang harus kamu kembangkan, kehidupan apa yang harus kamu jalani, dan lain-lain. Sehingga kamu gak melulu terbawa arus dan malah mengejar mimpi orang lain.

Untuk mengetahui lebih dalam soal self-awareness, kamu bisa baca artikel ini dari blog Satu Persen:

3. Mencintai Diri Sendiri Beserta Segala Potensinya

Ilustrasi pribadi, dibuat dengan Canva

Belajar mencintai diri sendiri juga gak kalah penting, loh! Ketika kamu bisa menghargai dirimu, dengan segala kelebihan dan kekurangan yang ada, maka kamu juga akan semakin fokus dalam menata hidup agar sesuai dengan yang kamu inginkan.

Mencintai diri sendiri membuatmu sadar bahwa kamu gak perlu menjadi orang lain untuk bahagia. Dengan apa yang kamu miliki pun, kamu bisa menciptakan kebahagiaanmu sendiri.

Tapi, gimana sih cara mencintai diri sendiri? Yuk, cek artikel Satu Persen yang ini:

***
"Jadi, yang ingin kusampaikan adalah bukannya kita harus merelakan gambaran kita mengenai kesuksesan, tetapi kita harus memastikan bahwa semua itu merupakan milik kita sendiri. Kita harus fokus pada gambaran tersebut dan memastikan bahwa kitalah pemiliknya; bahwa kita yang mengendalikan ambisi kita. Karena tidak mendapatkan apa yang kamu inginkan sudah cukup buruk, tetapi akan lebih parah lagi untuk mempunyai suatu gambaran mengenai keinginanmu dan pada akhir perjalanan (kamu malah) menyadari bahwa hal tersebut pada faktanya bukanlah apa yang kamu inginkan selama ini."
—Alain de Botton
***

Nah, kalau kamu mau tahu lebih lanjut mengenai Filosofi Hidup Biasa-Biasa Saja, kamu bisa cek video Satu Persen di bawah ini.


Semoga setelah ini, kamu bisa lebih memahami bahwa hidup yang biasa saja sebenarnya gak salah. Selama kehidupan tersebut membuatmu bahagia dan membantumu untuk #HidupSeutuhnya. Satu-satunya perbandingan yang perlu kamu lakukan adalah membandingkan dirimu hari ini dengan yang kemarin. Mari kita berproses untuk menjadi lebih baik, setidaknya satu persen setiap hari.

Kalau kamu masih mengalami keraguan dan butuh bimbingan, kamu bisa banget ikutan program mentoring Satu Persen di Online Mentoring (satupersen.net) .


#SatuPersenBlogCompetition
#HidupSeutuhnya



Komentar

Postingan Populer