Ngomongin Buku || If You Could See The Sun by Ann Liang



Judul: If You Could See The Sun

Pengarang: Ann Liang

Penerbit: PT Elex Media Komputindo

Jumlah Halaman:  332 hlm.

Tahun Terbit: 2024 (Translated Version)

About This Book

Alice Sun adalah siswi teladan di Airington, sebuah sekolah asrama internasional yang berbasis di Beijing. Sebagai anak dari kelas pekerja, keluarga Alice berusaha ekstra keras untuk menyekolahkan putri mereka di tempat yang mahal, sampai akhirnya hal tersebut tak lagi mampu mereka lakukan akibat kekurangan dana.

Berada di antara anak-anak kaya dan cemerlang membuat Alice menyadari bahwa dia bukan siapa-siapa, terlebih dengan status keluarganya yang bisa dibilang sangat berkekurangan. Tak peduli meski dirinya teramat pintar, Alice selalu merasa dirinya 'tak terlihat' di antara lautan siswa-siswi lainnya. Hingga suatu ketika, Alice benar-benar menjadi tidak terlihat. Terlepas dari kepanikannya, 'kekuatan' itu memberi Alice jalan keluar dari masalahnya. Dengan bantuan Henry, rival bebuyutannya di sekolah, mereka mulai membuat jasa anonim dengan memanfaatkan anomali yang Alice alami. 

Semua itu kedengaran seperti jalan keluar yang dibutuhkan Alice. Dia bisa mengumpulkan uang untuk membayar iuran sekolahnya. Akan tetapi, pilihan seekstrim apa yang mampu dia buat hanya demi mempertahankan status sebagai pelajar Airington?

Let's Talk About What I Like

Hal yang perlu di-highlight adalah fakta bahwa aku nyelesaian buku ini dalam satu hari aja. Biasanya aku lelet banget soal membaca (terakhir kali aku bisa nyelesaian buku dalam waktu sehari adalah waktu SMP). Ini pertama kalinya setelah sekian lama ada buku yang bisa bikin aku gas baca terus sampai selesai dalam hitungan jam. 

Sejak bab pertama, plot ceritanya udah berhasil menyeret aku untuk mengikuti kisah Alice Sun lebih lanjut. Aku suka dengan cara penulisan Ann Liang yang engga bertele-tele dalam menyampaikan konflik, tapi bisa membuat pembaca tetap penasaran dengan perkembangan konflik tersebut sepanjang cerita berlangsung. Perpaduan antara adegan kocak, romantis, menegangkan, dan serius benar-benar dilakukan dengan baik sehingga naik-turun emosi selama membaca juga terasa banget. Rasanya kayak nonton rom-com beneran di dalam kepala. 

Aku suka dengan karakter Alice Sun. SUKA BANGET BANGET BANGET NGET NGET. Selama aku bertahun-tahun baca buku rasanya baru pertama kali ketemu karakter yang kepribadiannya aku banget. Walau Alice Sun jelas lebih pintar dan berambisi daripada aku, tapi aku bisa memahami mengapa dia ambisius, selalu memikirkan kemungkinan terburuk, mudah cemas, emosian, capek dengan sekolah tapi ga boleh berhenti berusaha keras. Yah, karena cuma itu yang bisa kamu lakukan untuk membuktikan bahwa kamu itu 'sesuatu'. Meski demikian, di antara semua kehebatan akademik itu, orang-orang cuma sekadar mengenal Alice. Pada akhirnya dia tetap 'tidak terlihat' karena dia bukan siapa-siapa, ga peduli mau sepintar apa. 

Mungkin beberapa pembaca bakal berpikiran, "Apa sih cewek ini?" karena terkadang perilaku Alice terkesan menyebalkan atau over. Tapi untuk kalian yang pernah merasakan secara langsung, kalian akan langsung berempati sama Alice. Kalau bisa peluk dia, pengen kupeluk deh :(

Trope academic rivals-to-lovers juga sesuatu yang sangat aku rasakan selama sekolah (well, except the 'lovers' part). Like, KENAPA RIVALKU DULU GA BISA KAYAK HENRY LI? >:( . Tapi memang bener kata orang, ya, benci sama cinta beda tipis. Bagaimana bisa academic rival kita itu justru yang terlihat paling menarik? WKWKWKWKWKW. Anyway, aku suka banget sama dinamika hubungan Alice dan Henry. Obrolan kocak mereka, obrolan serius, adegan yang bikin deg-degan, semua tersampaikan dengan baik melalui cara penulisan Ann Liang yang asyik dan terjemahan Indonesia yang mulus banget pas dibaca. 

Selain membahas persoalan di lingkungan akademik, Ann Liang juga membahas masalah-masalah sosial yang kerap terjadi di masyarakat, terutama mereka yang berasal dari kelas pekerja. Pembaca ditunjukkan mengenai bagaimana keluarga Sun gagal mencapai American Dream mereka, bahkan harus berhadapan dengan rasisme dan kekerasan. Saat pulang ke Tiongkok mereka perlu bekerja ekstra keras. Apalagi Airington adalah sekolah internasional yang elit, sehingga lingkungan pergaulan yang glamor membuat Alice merasa kian terkucilkan. Bener-bener mendefinisikan kalau berusaha di negeri orang ataupun di negeri sendiri memang bisa sama-sama sulit, terlebih kalau keadaan dan status sosial sangat tidak mendukung. Selain itu, dengan latarnya di Asia Timur, lebih tepatnya di Tiongkok, banyak nilai-nilai budaya yang melatarbelakangi sikap dan pola pikir orang tua Alice, bahkan hingga ke karakter Alice sendiri. Hal-hal ini bisa relate juga dengan moral value orang Indonesia, yang mana bakal membantu kita memahami karakter di buku ini dengan lebih dalam.

Elemen magical realism dalam buku ini juga sesuatu yang menarik. Aku melihat unsur tersebut berperan seperti semacam escapism (?). Ketika kita merasa 'biasa saja' dan membutuhkan sesuatu yang baru, kadang kita berharap sesuatu yang 'luar biasa' seperti ini terjadi dalam hidup kita, seolah dengan demikian akan ada sebuah titik balik yang mengubah keadaan. Nyatanya, sebagai pembaca, kita hidup di realita. Mungkin kita gak bisa tiba-tiba dapetin kekuatan yang mengubah hidup, tapi dari kisah Alice, aku yakin pembaca bisa dapetin banyak pesan yang berharga. 

What I Dislike

Terlepas dari ide ceritanya yang menarik, memang ada beberapa unsur klise dalam buku ini, terlebih dalam aspek romansanya. Tapi kalau kamu orang yang suka kisah manis SMA, sebenarnya itu bukan masalah besar. 

Seiring cerita berjalan, sebenarnya Alice mulai punya teman, tapi sayangnya aku kurang merasakan ikatan antara Alice dan temannya ini. Mungkin akan lebih baik jika ada lebih banyak momen di antara mereka yang lebih intimate, mungkin dalam bentuk ngobrol bareng, menghabiskan waktu bersama lebih sering, dan hal-hal yang selayaknya dilakukan dua anak cewek.

Terlepas dari terjemahan yang bagus, ada beberapa typo. Bisa dibilang ini termasuk salah satu buku dengan cukup banyak kesalahan pengetikan (mungkin ada lima kali aku nemuin?), tapi bukan sesuatu yang sangat mengganggu proses membaca. Setidaknya di adegan-adegan yang serius engga ada kesalahan pengetikan yang merusak suasana. 



Overall, kalian, para manusia ambisius yang menghabiskan masa sekolah dengan belajar terlalu keras harus membaca If You Could See The Sun. Dan kalau kalian bukan mantan anak ambisius pun, kalian yang merasa 'invisible', terkucilkan, gak cocok dengan circle manapun meski telah berusaha, atau kalian yang sekadar pengen baca kisah anak SMA dengan pesan moral yang 'ngena banget' bisa nyobain buku ini. Bagus banget loh, like, BUAAAGUS BUAAANGET. 

 

Komentar

Postingan Populer