Ngomongin Buku | So Let Them Burn by Kamilah Cole



Judul: So Let Them Burn

Pengarang: Kamilah Cole

Jumlah Halaman: 400 hlm

Tahun Terbit: 2024

About This Book


Novel ini menyajikan sudut pandang dari dua bersaudari: Faron, sang adik dengan kekuatan suci luar biasa yang sudah harus mengemban tanggung jawab besar semenjak kecil, dan Elara, sang kakak yang menjadi prajurit biasa dan terbiasa hidup dalam bayang-bayang adiknya. Terlepas dari perbedaan tersebut, mereka tetap saling menyayangi selayaknya sepasang kakak-adik. 

Mereka berdua melewati masa anak-anak sebagai prajurit dalam peperangan dan penjajahan yang terjadi terhadap kerajaan mereka. Sebagai seorang yang diberkati dewa-dewi, tentu Faron memainkan peran yang besar saat perang dan berhasil membantu memerdekakan kerajaannya. 

Akan tetapi, perdamaian bukanlah akhir dari masalah. Ketika pertemuan damai diadakan, Elara malah mendapati dirinya terikat dengan seekor naga dari negara musuh. Alhasil, Elara harus pergi ke kerajaan yang pernah menjajahnya dulu dan mencoba belajar hidup sebagai penunggang naga sampai dirinya diselamatkan. Sementara Faron harus belajar bahwa menjadi gadis berkekuatan suci pun tidak serta-merta mempermudahnya menyelamatkan sang kakak.

Mengapa semua masalah ini bisa terjadi? Apa yang harus dilakukan Elara dan Faron? Apakah masalah tersebut merupakan awal mula dari sesuatu yang lebih besar?

Let's talk about what I like

Aku suka dengan konsep kekuatan/sihir dalam cerita ini, yang mana dapat digunakan dengan menarik kekuatan leluhur. Bahkan jiwa leluhur itu bisa dipakai untuk hal lain, semisal untuk berkomunikasi. Dan jiwa yang berbeda akan memberikan kekuatan yang berbeda pula, tergantung dengan karakteristik leluhur yang dipanggil. 

Sementara untuk konsep penunggang naga yang disajikan oleh So Let Them Burn terasa fresh, berbeda dari konsep pada umumnya. Walau semula aku sedih karena penunggang naga justru "antagonis" dalam kisah ini, pada akhirnya karakter-karakter di dalamnya bisa membantu aku untuk tetap enjoy selama membaca. 

Untuk world-building dalam novel ini, menurutku budaya dan permasalahan yang dibawakan mudah untuk dipahami walaupun berbalut fantasi. Cole mengangkat tema soal penjajahan, peperangan, rasisme, serta dunia yang berusaha pulih dari kekacauan. Terdapat pula subtema tentang kid prodigy yang berusaha mencari jati diri ketika dia tidak lagi dibutuhkan dan tentang seorang kakak yang berusaha mencari tempat bagi dirinya walau kerap tertutupi ketenaran sang adik.

Untuk romansanya sendiri engga terlalu menonjol di awal, tetapi ada bagian yang bikin senyam-senyum. Meski demikian, terdapat beberapa hal yang membuatku kurang 'sreg' saat membaca.

Terlepas dari hal-hal menarik itu, menurutku ada beberapa poin yang perlu diperhatikan karena masih menjadi ganjalan bagiku selama membaca. 

What I Dislike...


Pertama, aku merasa buku ini masih menceritakan beberapa peristiwa dengan dangkal. Misalnya saat Elara menjadi penunggang naga, tidak diperlihatkan kira-kira kehidupan atau pelatihan yang dialami seperti apa. Paling hanya disampaikan sekilas lalu. Di sisi lain, Faron yang seharusnya mencoba membebaskan sang kakak malah terkesan agak pasrah, alhasil aku kurang merasakan kasih sayangnya kepada sang kakak :(.

Hubungan antar tokohnya bisa dibilang 'oke'. Menurutku akan lebih baik jika pembaca diberikan lebih banyak scene antar tokoh yang penting. Misalnya saja antara Faron dan Elara. Padahal mereka kakak-adik dan tema sisterhood merupakan salah satu roda penggerak cerita. Tapi rasanya cuma ada segelintir momen kebersamaan di antara mereka. 

Pada POV Elara pun, aku melihat dia menemui beberapa karakter yang menarik, tapi lagi-lagi patut disayangkan karena kurang adanya eksplorasi atau interaksi bersama mereka. 

Ditambah lagi, terdapat bagian di mana karakternya terlalu bertele-tele dalam mengambil keputusan. Rasanya cuma ada sedikit progres, padahal ceritanya sudah jalan sampai setengah. Hal seperti ini akan dianggap membosankan bagi beberapa pembaca, tapi aku sendiri terus membaca karena penasaran (dan karena naganya). Aku bahkan bisa membayangkan beberapa pembaca akan kesal dengan pengambilan keputusan karakter dalam cerita.

Terlepas dari semua itu, aku mencoba memaklumi usia muda mereka. Belum lagi, tokoh-tokoh ini sudah menghadapi peperangan semenjak masih kanak-kanak. Mau sebanyak apa pun pengalaman pahit yang mereka alami, mereka tetap remaja labil yang masih mencari jati diri dan terus belajar.

Nah, mengenai romansanya sendiri, sebenarnya manis-manis aja, kok. Tapi kenapa makin ke belakang jadi agak maksa, ya? 😭 Pacing romansa-nya lebih cepat dari pacing ceritanya. Menurutku ada hal-hal yang sebaiknya ditunda aja ke buku berikutnya sampai fondasi hubungan yang kuat udah terbangun. Tapi, itu preferensiku pribadi, sih. Soalnya kalau udah seperti ini, aku kurang merasakan chemistry antar karakter.

Antagonisnya sendiri biasa aja, belum ke tahap yang berhasil membuat pembaca geram.

***

Overall, So Let Them Burn cocok untuk dibaca penggemar fantasi yang ringan dan tidak banyak mikir. Terlepas dari beberapa kekurangannya, aku masih menunggu sekuelnya karena penasaran dengan kelanjutan konfliknya. 

Komentar

Postingan Populer